Lailatul Qadar dan Kemenangan Pasca Pandemi

Narasi, Beritaborneo.id – Menjelang malam supuluh terakhir bulan Ramadhan, wacana akan datangnya malam seribu bulan diperbincangkan umat muslim seluruh dunia. Bagaimana tidak?, malam yang acap kali disapa Lailatul Qadar ini merupakan salah satu malam agung di bulan Ramadhan. Dengan segala keistimewaanya, tidak hanya manusia yang dengan semangat menyambut datangnya malam

tersebut, namun seluruh alam pun turut menantikannya, semua sujud dalam hening kepada Sang Khalik.

Sebagaimana dari berbagai literatur, baik kitab klasik maupun buku yang banyak membicarakan bagaimana ciri-ciri datangnya Lailatul Qadar, semua sepakat bahwa malam ini hendaknya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kedekatan diri dan bermunajat kepada-Nya.

Demikian jelas dikatakan dalam QS. Al-Qadar: 3-5: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.”

Lanjut Rasulullah Saw memberikan kisi-kisi datangnya malam Lailatul Qadar yang penuh kemuliaan dan keistimewaan ini, sebagaimana dalam (HR. Bukhari, No. 1901).

“Barangsiapa melaksanakan sholat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Ada beberapa anggapan bahwa jatuhnya Lailatul Qadar ini pada malam ganjil (21, 23, 25, 27, 29) pada malam terakhir Ramadhan. Bahkan ada yang beranggapan hanya terfokus jatuh pada malam ke 27 Ramadhan. Namun Nabi Muhammad Saw sendiri sama sekali tidak mengkhususkan hanya pada malam tersebut, namun menganjurkan bagi seluruh umatnya untuk memburu Lailatul Qadar di malam sepuluh terakhir dengan sebaik-baiknya, tidak menghitung apakah malam itu ganjil atau genap.

Namun ada Hadits lain yang menyatakan bahwa ada anjuran untuk menggapai Lailatul Qadar di malam ganjil pada sepuluh terakhir Ramadhan, termaktub dalam HR. Bukhari berikut:

“Carilah Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”

Lalu bagaimana cara kita mendapatkan keutamaan malam tersebut?. Bisa kita amalan-amalan yang sudah dibuktikan oleh para pendahulu selain memburu ciri-ciri malam tersebut. Diantaranya membersihkan jiwa dan raga dari berbagai keburukan dan bertaubat kepada Allah SWT.

Kedua, senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, dzikir, istighfar, tahlil, membaca Al-Qur’an dan doa dengan penuh kesungguhan. Dengan begitu diharapkan mendapat pengampunan dan mendapatkan moment Lailatul Qadar.

Ketiga, memperbanyak doa yang telah dianjurkan oleh baginda Rasulullah Saw, diantara doa yang dianjurkan beliau adalah “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbbul ‘afwa fa’fu’anni”.

Terakhir, menghidupkan kembali masjid sebagai sarana prasarana beribadah dalam menggapai Lailatul Qadar yang sebelumnya sempat terhalang Covid-19. Dampak pandemi dua tahun terakhir merambah ke berbagai lapisan kegiatan masyarakat, termasuk persoalan ibadah yang diatur sedemikian rupa oleh pemerintah, MUI, dan Kemenag dalam melaksanakan kegiatan
ibadah.

Jika kemarin kita menjadikan rumah kita sebagai masjid dalam menjumpai Tuhan, maka melihat kondisi kian membaik dari tekanan Covid hendaknya ibadah secara massal/jamaah begitu dianjurkan. Sebab banyak keutamaan jika ibadah yang dilakukan secara berjamaah. Salah
satunya adalah doa yang dipanjatkan secara berjamaah cepat sampai kepada-Nya.

Kautamaan lain dari ibadah yang dilaksanakan berjamaah selain meningkatkan hubungan spiritual secara vertikal (manusia dengan Tuhan), juga sebagai media perekat sosial sebagaimana salah satu fungsi agama (hubungan manusia dengan sesama).

Terkadang, ibadah yang dilakukan secara individu jika dilakukan oleh awam akan cepat membosankan. Namun, jika diamalkan secara berjamaah dengan menhidupkan kembali mushola,
langar, maupun masjid, maka menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan semangat ibadah di bulan Ramadhan ini.

Ramadhan kali ini setidaknya memberikan angin segar bagi kita untuk kembali bisa berinteraksi  dengan saudara, tetangga, dan kolega. Maka melihat peluang ini, sebaiknya kita manfaatkan untuk beribadah dan bermunajat bersama menghadap kepada-Nya. Terlebih bagi kaula muda yang turut menghidupkan malam Lailatul Qadar di seluruh penjuru negeri, maka sangat disukai
Allah SWT bagi anak muda yang gemar beribadah. Mengingat banyak fenomena-fenomena negatif yang bersumber dari anak muda di bulan Ramadhan, seperti halnya klitih, perang sarung, bentrokan, dan lainnya, hendaknya dengan adanya Remaja Masjid (REMAS) menjadi media untuk mengajak kaula muda senantiasa memburu Lailatul Qadar. Mari kita manfaatkan momen sepuluh hari terakhir Ramadhan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita.

Mari perbanyak memohon ampunan kepada sang pemilik kehidupan. Mari kita manfaatkan kemenangan ini menjadi momen kita dalam mendapatkan fadhilah Lailatul Qadar. Pulihnya sektor perekonomian, pendidikan, dan pembangunan, juga jangan melewatkan
unsur keagamaan (ibadah) dalam menunjang aktivitas keduniawian kita.

Kemenangan ini menjadi kesempatan kita untuk memohon kepada-Nya supaya kualitas keimanan kita tidak hanya meningkat ketika Ramadhan saja, namun terus meningkat meski pasca Ramadhan. Jadikan Ramadhan sebagai ajang untuk membersihkan penyakit-penyakit hati
dan jiwa kita, terlebih lebih mendekatkan diri kita (peminta-minta) kepada Tuhan. Hal yang paling diharapkan adalah, semoga kita bisa kembali berjumpa Ramadhan di tahun berikutnya.

Ali Mursyid Azisi
Alumnus Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya, Pegiat Literasi, dan Anggota Centre for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation UINSA

Kirimkan artikel berita beserta foto dan keterangan fotonya melalui e-mail ke mediaberitaborneo@gmail.com atau langsung melalui WhatsApp ke redaktur atau grup Beritaborneo.id.

Baca Juga:  Babinsa Desa Selat Remis Hadir Penutupan Pondok Pesantren Perkampungan Muslim Ramadhan