Hukum  

Motif dibalik perkara Jan Purdy Rajagukguk

motif-dibalik-perkara-jan-purdy-rajagukguk
Motif dibalik perkara Jan Purdy Rajagukguk

Sanggau, Beritaborneo.id Jan Purdy Rajagukguk alias JPR, eks Manager PTPN XIII (N13) kebun Parindu, yang saat ini masih menunggu pelimpahan berkas perkara dari Kejaksaan Negeri Sanggau ke Pengadilan Negeri Sanggau atas kasus yang dihadapi nya, yaitu Pencemaran nama baik atas Sutek sebagai Pelapor di Polsek Tayan Hulu beberapa waktu lalu.

Perkara ini (pasal 310 KUHP jo 311 KUHP) yang dikenakan terhadap JPR sebagai Terlapor menuai banyak pertanyaan bagi beberapa pihak dalam tubuh internal N13 itu sendiri. Salah satu nya yang mempertanyakan hal tersebut, adalah Ogut yang merupakan pensiunan karyawan N13 namun masih diperdayakan secara fungsional sebagai anggota Internal Audit Dirut sampai saat ini.

“Kita bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini atas perkara yang menimpa saudara kita JPR.”, kata nya saat ditanya. “Yang bersangkutan mengakui sudah menyelesaikan perkara (pencemaran nama baik-red) yang dilayangkan atas nya secara adat lokal (dayak-red) yang berlaku di daerah ini, tapi kok masih berlanjut hingga ke hukum positif? Kami menduga ada sesuatu atau motif dibalik ini semuanya. Soalnya, sementara yang bersangkutan masih ber status tersangka tapi kok jabatan beliau dari Manager kebun langsung diturunkan ke Manager pembantu di distrik?.

Sementara di sisi lain pernah juga ada oknun Manager N13 yang tersangkut perkara (hukum positif-red) dan nyata nyata yang bersangkutan sudah berstatus terdakwa serta sudah masuk bui tapi kenapa tetap saja jabatan nya masih Manager kebun. Ini kan aneh.”, lanjutnya.

Sementara itu, ditempat terpisah, pengacara JPR, Sinar Bintang Aritonang (SBA), ketika di wawancarai beberapa waktu silam mengatakan bahwa dalam perkara klien nya ini pihak nya berharap agar aparat penegak hukum bekerja profesional seperti yang telah di lakukan dalam menegak kan keadilan.

“Kita sangat menghargai keprofesionalan aparat penegak hukum dalam mengurus kasus klien saya sejauh ini, seperti terhadap profesionalisme kepolisian serta kejaksaan negeri Sanggau. Mereka bertindak cukup profesional. Dan kami juga, selaku Pendamping Hukum (PH-red) JPR akan melakukan upaya maksimal dalam menyelesaikan perkara ini, bahkan hingga perkara ini dapat dinyatakan SP3 atau kasus ini tutup, karena kita melihat sejauh ini bahwa apa yang di kenakan kepada klien kita yaitu pasal 310 mengenai pencemaran nama baik sebagai substantial pokok perkara nya belum dapat dipastikan memenuhi unsur 310, dikarenakan klien kita sudah menyelesaikan apa yang menjadi permasalahan awalnya secara hukum adat setempat yang di akui dan yang berlaku. Jadi yang mana lagi yang mau di sanksi kan kepada klien kami dalam perkara ini,” kata nya.

Ia juga menambahkan “Selain secara adat, saya dan beberapa rekan kepolisian di Polda Kalbar juga sudah pernah berbicara secara kekeluargaan dengan saudara Sutek sebelum nya, walau memang yang bersangkutan tetap pada pendirian nya akan terus melanjutkan perkara ini hingga ke tingkat pengadilan. Ya, itu sah sah saja. Kita menghormati hak asasi beliau. Yang penting kan sudah kita sampaikan kepada yang bersangkutan maksud dari pertemuan kita tersebut, bahwa kita dari pihak JPR mengajukan perdamaian.

Mengenai profesionalisme Polda Kalbar, SBA menyatakan bahwa, “Pengalaman penanganan Kasus Pasal 310 KUHP di Polda Metro Jaya biasanya ditangani di tingkat Polres, akan tetapi di Polda Kalbar sedikit unik, karena dapat ditangani di tingkat Polsek, dan klien kami Jan Purdy langsung bisa di TSK kan. Ini kan luar biasa pembinaan Kapolda Kalbar ini. Penyidiknya bisa berkwalifikasi se tingkat Mabes Polri, sehingga Bapak KAPOLRI, Jenderal Lystio Prabowo bisa membuat Polsek Tayan ini jadi Percontohan untuk Kepolisian Republik Indonesia,” jelasnya.

Dan saat di singgung mengenai penurunan jabatan JPR (demosi-red) Karena yang bersangkutan tersandung kasus ini, SBA juga menyatakan akan siap mendampingi klien nya untuk menanyakan perihal tersebut kepada management perusahaan.
“Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa apabila atau ketika perkara yang menimpa klien saya tidak dapat dibuktikan pada persidangan nanti nya, maka saya juga akan mempertanyakan tentang penurunan jabatan klien saya alias demosi nya langsung kepada pihak management perusahaan. Namun saat ini biarlah kita fokus terlebih dahulu mengenai pembelaan hukum yang bersangkutan sesuai amanah UUD 1945,” tutupnya.

Di sisi lain, Sutek sebagai Pelapor atas pencemaran nama baik nya oleh JPR, ketika dimintai keterangan terkait pertemuan nya dengan SBA membenarkan bahwa pertemuan tersebut yang di aturkan oleh pihak Polda adalah pertemuan nonformal atau kekeluargaan dan membicarakan terkait keinginan SBA untuk mengajukan perdamiaan dengan nya dan menutup kasus ini.

“Benar bahwa pertemuan kami dengan SBA waktu itu yang ternyata sudah diatur oleh Bpk Tambunan dan Bpk Nainggilan dari Polda adalah pertemuan secara kekeluargaan dan benar pula bahwa SBA selaku Pendamping Hukum atau Pengacara nya Jan Purdy mengajukan perdamian dengan saya dan berharap kasus ini di tutup. Namun saya tolak pengajuan tersebut. Saya katakan sampai titik darah penghabisan pun akan tetap saya lanjutkan perkara ini!,” tanggap nya.

Lanjutnya lagi, “ini sudah mengarah kepada mengadu kami satu suku dayak oleh Jan Purdy, dengan dia menggerakan massa untuk berdemo di Polsek Tayan beberapa waktu lalu dan meng klaim bahwa dia adalah termasuk waris di suku dayak. ini apa maksudnya?”.

Perlu untuk di ingat kembali bahwa awal perseteruan antara Jan Purdy Rajagukguk (JPR) dan Sutek ialah bermula dari laporan anggota (karyawan) Jan Purdy saat itu, yang bernama Sarjono pada sekira tahun 2019 lalu yang menyebutkan bahwa dia (Sarjono)

mendengar Sutek mengatakan dihadapan beberapa orang di suatu tempat di seputaran Parindu akan memyantet Dirut N13 Bpk. Alexander Maha beserta jajaran nya, termasuk Konsultan Dirut saat itu, Ir. Victor Samosir. Disertai laporan resminya yang dibuat secara tertulis ke Dirut N13, JPR meminta tanggapan Dirut N13 untuk menindak lanjuti laporan tersebut. Oleh Maha, diutus lah bagian Legal N13 untuk turun ke lapangan mengecek kebenaran laporan tersebut dan “dugaan” penyantetan itu.

Namun seiring waktu berjalan, ternyata pada akhirnya JPR sendiri lah yang harus berhadapan dengan Sutek dimata hukum atas laporan resmi nya nya ke Dirut N13 (Alexander Maha-red), tanpa pendampingan Legal dan hukum dari perusahaan, sampai saat JPR menyandang status tersangka melalui laporan Sutek ke Polsek Tayan Hulu. Bahkan Praperadilan yang di ajukan oleh JPR terhadap Kepolisian Tayan Hulu ditolak oleh Hakim tunggal sekira bulan Maret 2021 silam dan memutuskan perkara ini sudah cukup bukti dan sesuai dengan syarat formil untuk dilanjutkan ke tahap Pengadilan atau P21.

Hingga berita ini diturunkan masing masing pihak masih menunggu apa dan bagaimana kelanjutan kasus 310 JPR dan MOTIF dibalik perkara ini.

***

Penulis: SuhediEditor: Suhedi