Narasi  

Negara, Bansos dan Cita-Cita Keadilan

Sumber: Riaupos.co

Beritaborneo.id – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat, merupakan cita-cita yang paling luhur dan mulia yang pernah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini. Kita semua, pun mengetahuinya kedudukan dan cita-cita itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia merupakan tujuan Republik Indonesia yang sebenarnya. Jika keadilan sosial ini dijalankan maka kesejahteraan sosial akan terwujud. Tapi sebaliknya, jika keadilan sosial tidak dilaksankan maka kesejahteraan sulit  terwujud.

Terkait keadilan, sebagai cita-cita mulia yang terkandung dalam konstitusi, maka yang pertama kali berkewajiban menjalankannya adalah mereka yang memperoleh kepercayaan rakyat, untuk mengemudikan republik ini. Mereka adalah pemerintah beserta jajarannya mulai dari presiden, para menteri dan para Dewa Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai wakil yang dipercaya oleh rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan keluh kesah rakyat dimanapun mereka berada.

Negara harus hadir sebagai pelayan, pengatur dalam mengurus berbagai persoalan di negeri ini. Tugas suci negara adalah menegakan keadilan sosial secara nyata, tidak memandang bulu, baik suku, ras dan agama. Semuanya harus mendapatkan pelayanan yang sama. Keadilan yang di maksud disini adalah memastikan apakah keadilan itu dijalankan atau tidak, karena faktanya keadilan dirasa masih jauh dari tujuan. Sebagai contoh keadilan dalam mendapatkan bantuan sosial. Masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan perhatian.

Bansos Antara Harapan dan Kenyataan

Pandemi Covid-19 masih terus berlanjut hingga sekarang. Krisis ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19 ini, telah memunculkan berbagai krisis multidimensional salah satunya adalah ekonomi. Sehingga, sampai saat ini, batuan sosial menjadi senjata penyelamatan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah terus menggenjot penyaluran bansos, dimulai dari Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Sehat (KIS). Tujuannya adalah untuk membangun Keluarga Produktif. Namun, alih-alih berbagai persoalan baru muncul, dan hampir semua permasalahan muncul di pemerintahan, mulai dari kesalahan data, tidak meratanya penyaluran bantuan sosial, hingga kasus korupsi besar-besaran.

Mengenai bansos, Kementrian Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sesuai dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2015, tentang Kemenko PMK bertanggungjawab untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan pembangunan manusia dan kebudayaan. Urusan ini salah satunya menjangkau program kesejahteraan rakyat, yaitu pemberian bantuan sosial pada masyarakat. Bantuan ini diberikan untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar serta meningkatkan taraf hidup penerima bansos.

Dengan adanya bansos ini, tentu harapannya semua masyarakat mendapatkan bantuan. Namun, faktanya masih banyak masyarakat yang terkena dampak, tidak mendapatkan bantuan, belum lagi adanya pemotongan dari sebagian oknum pemerintah. Seperti contohnya adanya dugaan pemotongan bansos di Kerawang pada 13 Agustus 2021 kemarin, yang diketahui adanya pemotongan tersebut Bansos sebesar 50 persen, dari jumlah yang diterima yaitu 600 ribu. Ini menjadi salah satu bukti bahwa masih buruknya pemerintahan kita. Tak hanya itu, akhir-akhir ini kasus korupsi pun kembali mencuat dari level terbawah hingga level tertinggi yang membuat masyarakat geleng kepala dan emosi.

Bagaimana tidak, disituasi Covid-19 ini, banyak yang memanfaatkan untuk mencari keuntungan. Berita terkait kasus korupsi hingga saat ini masih hangat di ingatan masyarakat. Nama Menteri Sosial Juliari Batubara disebut-sebut menjadi salah satunya, akibatnya ia pun seperti tidak dimanusiakan. Kejengkelan masyarakat sempat memuncak di media sosial, usai menteri sosial itu melakukan tindakan pidana korupsi hingga 3,59 triliun rupiah. Menteri sosial itu ditetapkan tersangka atas dugaan suap bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Diduga ia menerima fee sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu dengan total fee yang sudah diterimanya sebesar Rp17 miliar. Korupsi bansos tak hanya merugikan negara, tetapi juga warga penerima manfaat.

Tak berhenti sampai disitu, yang lebih mirisnya lagi, ketika berita kasus korupsi datang dari lembaga KPK. KPK yang seharusnya menjadi garda terepan dalam memberantas korupsi, malah yang terjadi penyidiknya sendiri yang juga korupsi. Salah satu dari tersangka tersebut yakni Ajun Komisiaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Patujju. Stepanus Robin diduga meminta dana sebesar 11,5 miliar rupiah kepada Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, dengan janji akan menyelesaikan penyelidikan dugaan korupsi yang terjadi di Pemerintah Kota Tanjungbalai (dikutip dari kompas.com).

Tindakan pidana korupsi nyatanya bisa terjadi dimana saja, dan kapan saja. Citra lembaga yang menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi itu kini tercoreng akibat ulah penyidiknya. Jika penyidiknya korupsi, lalu siapa yang akan menangani korupsi. Harapan bansos untuk memberikan keadilan kepada masyarakat nampaknya hanya harapan yang jauh dari kenyataan.

Akhir Sebuah Cita-Cita

Setelah melihat berbagai persoalan diatas, cita-cita keadilan menjadi terbalik menjadi keadilan hanyalah cita-cita. Cita-cita keadilan dan kesejahteraan akan sulit terwujud jika birokrasi pemerintahan kita tetap buruk, karena cita-cita keadilan dan kesejahteraan itu dibangun oleh pemerintah yang baik (good goverment) dan berintegritas. Keterkaitan antara keadilan dan kesejahteraan sangatlah tipis, dimana tidak ada keadilan maka disana tidak akan ada kesejahteraan. Soal keadilan adalah soal moral dan ideologi, yang hanya akan terwujud apabila bangsa itu sendiri memegang teguh dan komitmen terhadap apa yang menjadi pijakan atau dasar cita-citanya.

Menurut Bagir Manan dalam Jurnal Yusrial, konsep kesejahteraan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat tetapi memikul tanggungjawab utama untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Adapun berkenaaan dengan bansos, pemerintah sebagai aktor pemberi layanan wajib mematuhi asas-asas pelayanan publik diantaranya berupa informasi dan transparansi. Hal ini diperlukan agar tidak menimbulkan masalah sosial baru di kalangan masyarakat. Intensifikasi dan ekstensifikasi saluran komunikasi merupakan skenario wajib yang harus dicapai oleh pemerintah.

Jadi, akhir dari cita-cita adalah konsep ideal. Idealnya negara hukum harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, bantuan selayaknya digunakan sesuai peruntukan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara menyebabkan penggunanya menjadi tidak tepat sasaran dan menimbulkan kerugian bagi negara dan ketidakadilan bagi masyarakat. Oleh karena penggunaan  hukum pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (UUP3KN) menjadi salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.

Selain itu, agar bantuan sosial sosial bisa dilaksankan dengan akuntabel, transparan dan berpegang pada prinsip berkeadilan, serta perlunya dibentuk suatu tim independen dari segi proposal bantuan sosial itu sendiri. Masalah pengelolaan dan pertanggungjawaban juga harus ditempatkan sebagai upaya membangun komitmen awal yang baik untuk mengurangi tingkat penyelewengan. Bantuan sosial adalah bagian dari APBN/APBD, untuk itu, mentalitas pengelola perlu diperbaiki dan mekanisme pengawasan harus lebih diperkuat baik oleh Bawasda atau BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Selain itu bantuan sosial harus dilakukan secara komprehensif, sehingga masyarakat bisa melakukan social control dan memberikan feed back.

 

Oleh: Suardi

Pegiat Literasi

Editor: Muh