Beritaborneo.id – Pendidikan bagi saya adalah pencerahan yang memberikan arahan dalam pengambilan suatu keputusan dan sebagai solusi bagi pembebasan perempuan. Perempuan memerlukan solusi dalam kemerdekaan menentukan masa depannya, karena masih banyak sekali perempuan yang belum merdeka, terutama secara mental dan intelektual.
Nah, berkenaan dengan itu maka tulisan ini semoga menjadi pencerah terutama bagi perempuan yang memiliki arti penting sebagai pusat peradaban dan kecintaan. Namun demikian, beberapa kasus mengenai perempuan yang belum tercerahkan atau terbebaskan kita bisa menilik budaya masyarakat lalu terutama kedudukan dan fungsi perempuan yang tidak bisa menentukan masa depannya sendiri.
Berkaitan dengan ini saya ingin mencontohkan pengamatan saya terhadap Ibu saya. Bagi saya Ibu saya adalah contoh dari salah satu perempuan yang dulu tidak terbebaskan. Namun sebelumnya perlu digaris bawahi bahwa “bebas” disini bukan seorang perempuan yang tidak hormat atau patuh pada orang tuanya, melainkan Ibu saya adalah satu diantaranya yang menginginkan melanjutkan pendidikan namun terhalang oleh beberapa kendala, salah satunya adalah mindset orang tua Ibu saya dan faktor lainnnya adalah biaya.
Ibu saya pernah bercerita kepada saya terkait keinginnya yang ingin melanjutkan sekolah namun tidak bisa terwujudkan karena faktor-faktor tersebut. Padahal jika diukur Ibu saya dulu termasuk siswa yang rajin, ulet dan semangat belajar. Jadi tidak heran jika beliau selalu menjadi juara di kelas.
Mengenai faktor pertama adalah mindset orang tua. Tidak dipungkiri memang orang tua zaman dulu selalu taat pada tradisi yang membudaya sehingga terjadi secara turun temurun. Agaknya, adagium anak perempuan hanya bisa di dapur, dikasur dan di sumur adalah kalimat yang pas untuk menggambarkan orang tua kita zaman dulu sebagaimana digambarkan oleh kita sekarang ini.
Kondisi sekarang ini tentu berbeda dengan kondisi zaman dulu, sudah saatnya perempuan dicerahkan, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Persoalan yang kita hadapi saat ini, saya rasa bukan persoalan biaya, karena sekarang ini hampir semua perguruan tinggi menyelenggarakan beasiswa kuliah. Jadi, bukan lagi alasan untuk tidak melanjutkan kuliah.
Ternyata usut punya usut, sekarang ini yang menjadi faktor tidak melanjutkannya kuliah adalah karena kesadaran akan pendidikan terutama bagi kaum perempuan. Jika kita lihat rata-rata kesadaran perempuan akan pendidikan masih belum tersadarkan. Hal ini dikarenakan mindset perempuan dibentuk bukan kesadaran akan pentingnya Pendidikan, tetapi karena kesadaran untuk mempunyai syarat memenuhi tuntutan sistem ekonomi dan lapangan pekerjaan.
Yah, Rata-rata perempuan menjadi pekerja, buruh, dan pada akhirnya kembali menjadi ibu rumah tangga dan sebetulnya tidak jauh berbeda dengan perempuan zaman dulu. Barangkali perbedaannya jika dulu perempuan menginjak usia 15 tahun langsung dinikahkan oleh orang tuanya dan menjadi ibu rumah tangga, sedangkan perempuan sekarang bekerja dulu kemudian setelah punya suami ia menjadi ibu rumah tangga. Lalu apa bedanya,?
Pendidikan Membuka Kesadaran
Dari dulu juga sudah ada pendidikan namun tidak semua orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, hanya para bangsawanlah yang menerima Pendidikan. Sedangkan bagi masyarakat kelas bawah mereka bodoh dan pada akhirnya diperbudak. Namun demikian, pada masyarakat feodal juga hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pendidikan dan orang tertentu tersebut hanya berjenis kelamin laki-laki, karena dulu ilmu-ilmu yang dipelajari lebih kepada ilmu diplomasi, pemerintahan dan starategi perang sehingga perempuan dianggap tidak begitu perlu. Pendidikan seperti ini dikenal sebagai sistem pendidikan borjuis yang hanya beberapa orang yang berkepentingan yang berhak mendapatkan pendidikan.
Saya rasa peletak dasar timbulnya pembebasan perempuan dikarenakan adanya kritisme terhadap pendidikan sehingga memberikan kesadaran terhadap pembebasan perempuan dan kesetaraan gender. Alasan dari argumen saya, mengutip visi pendidikan kritis dalam buku Agus Nuryatno Mazhab Pendidikan Kritis (2011:2) yang menyatakan bahwa pendidikan kritis dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas. Artinya, pendidikan harus dipahami dalam kerangka relasi-relasi antara pengetahuan, kekuasaan dan ideologi.
Kritisme atas pendidikan nampaknya juga membuka kesadaran bagi perempuan bahwa perlunya kesadaran bagi perempuan untuk memperoleh kedudukan dan kesempatan yang sama dalam struktur sosial masyarakat. Mereka saja, bahwa telah terjadi peralihan dari domestikasi keluarga kepada domestikasi sistem ekonomi produksi. Maka dalam keterikatan domestik industri tidak terikat oleh hal-hal yang kodrati manusia. Maka disinilah perlunya bagi perempuan untuk melakukan pembebasan.
Pembebasan Perempuan
Istilah pembebasan perempuan sudah menjadi istilah yang familiar di kalangan masyarakat modern, yang hari ini berkembang menjadi kesetaraan gender. Kesetaraan gender berkaitan dengan jenis kelamin artinya baik laki-laki maupun perempuan. Perempuan dulu selalu mendapatkan posisi yang kurang diuntungkan karena belum berkembangnya pendidikan terhadap perempuan mengenai gender. Meskipun berbicara gender itu bukan hanya perempuan namum isu gender selalu menitik beratkan pada perempuan, karena gender secara historis merupakan perjuangan perempuan terhadap laki-laki yang meminta kesetaraan. Perempuan percaya bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor dalam menentukan dirinya dalam struktur sosial masyarakat.
Gerakan perempuan sebetulnya bukanlah karena perempuan menginginkan seperti laki-laki, melainkan keinginan ini ditimbulkan oleh dorongan sebagai akibat dari sistem ekonomi modern. Di dalam sistem ekonomi yang modern dewasa ini telah membawa arah dan gerak pada ranah keluarga. Yang pada awalnya laki-laki dan perempuan ini setara dalam bekerja (bertani secara tradisional) maka dalam masyarakat modern beralih kepada rumah tangga produksi yang mengharuskan adanya pembagian kerja di dalamnya.
Sistem ekonomi tradisional lebih mengandalkan tenaga manusia sehingga menimbulkan sebuah tradisi bahwa perempuan cukup dirumah, biarkan laki-laki yang bekerja. Perempuan cukup dalam ruang domestik merawat anak, dan menyuguhkan makanan serta melayani suaminya.
Industri membutukan tenaga kerja dan tentu tenaga yang profesional dan ahli di bidangnya. Pendidikan nampaknya mengikuti pola atau struktur ekonomi terutama terkait dengan manajement produksi dan pembagian peran dan fungsi tenaga kerja. Dulu memang ada pembagian kerja tetapi sifatnya alamiah karena menyesuaikan maskulinitas dan feminimnya perempuan. Contoh dalam mengelola sawah, biasanya kaum laki-laki ditempatkan pada pekerjaan yang berat-berat, sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan yang ringan. Namun sekarang ini berubah, tidak ada yang tidak bisa dikerjakan oleh perempuan maupun laki-laki, karena sekarang ini mengandalkan profesionalime kerja sesuai dengan keahlian di bidangnya masing-masing, jadi baik laki-laki maupun perempuan adalah setara dalam hirearki sosial, ekonomi maupun politik.
Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja maka tidak bisa dilepaskan dari pendidikan. Pendidikan mengambil peranan utama di dalamnya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional. Pendidikan ditempuh dari sejak dini sampai perguruan tinggi dan setelah lulus diharapkan ia bisa memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Pendidkan menyesuaikan kebutuhan dan tantangan masyarakat di berbagai aspek, bukan hanya dalam aspek ekonomi-industri namun juga dalam pemerintahan yang dimuali dari tingakatan terbawah hingga teratas.
Pendidikan menjadi penentu masa depan bangsa baik laki-laki maupun perempuan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia di berbagai bidang, ada yang di bidang birokrasi pemerintahan, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan. Ada proses seleksi di dalamnya dan jenis kelamin tidaklah menjadi prayarat dalam seleski tersebut, baik laki-laki maupun perempuan berhak memiliki kesempatan. Nam maka inilah yang selanjutnya dinamakan pembebasan terhadap perempuan.