Beritaborneo.id – Tidak jarang sering kita dengar dari orang tua, tetangga, teman dan saudara bahwa perempuan tidak boleh pulang larut malam. Pulang larut malam dianggap sebagai perempuan yang kurang baik, kurang bagus dan tidak benar “nakal”. Siapapun pasti sudah tahu, bahwa waktu pulang seorang perempuan itu maksimal pukul 22:00 WIB.
Penentuan waktu pulang untuk seorang perempuan tersebut sudah ditentukan oleh kebiasaa-kebiasaan yang selalu demikian dilontarkan dan ditentukan oleh masyarakat umum. Sebenarnya tidak ada peraturan tertulis, hanya saja ini kebiasaan yang menjadi norma sosial dan ditetapkan oleh kebiasaan itu sendiri.
Sehingga, ini menjadi norma sosial yang kalau dilanggar akan mendapat sanksi sosial. Seperti cibiran, cacian, di gosipin dan lain sebagainya.
Ini rekor untuk orang Indonesia yang sampai saat ini menganggap perempuan memiliki aktifitas tidak baik,atau tidak benar jika pulang lewat dari pukul 22:00 WIB. Bukankah itu sudah tradisi berpikir orang Indonesia, yang sudah lama tertanam dan dianut turun temurun sampai saat ini.
Setiap orang bebas memiliki persepsi personal yang ditujukan kepada siapapun dan aktifitas apapun. Akan tetapi tidak fair jika kita memiliki persepsi kepada perempuan yang pulang larut malam lalu di anggap sebagai perempuan yang tidak benar “nakal”.
Seringkali kita akan mendengar kalimat yang terlontar dari orang tua, “nak, kamu perempuan, jangan pulang larut malam, ya.” Kalimat ini akan kita dengar bebas didaerah manapun. Salah satu kalimat ini akan menjadi tanaman yang matang dan dikonsumsi dengan makna yang tidak jarang hasilnya “negatif”.
Setiap orang memiliki kehendak bebas (free will) untuk mengatur anaknya. Maksud dari kehendak bebas disini, yakni misal orang tua memiliki kebebasan untuk mengatur anaknya dengan caranya dan juga dengan sistem yang ada di dalam keluarga tersebut. Baik itu sistem tertulis maupun tidak tertulis.
Lantas seperti apa sistem tertulis dan tidak tertulis di dalam keluarga tersebut? Jadi gini, sistem tertulis ini seperti peraturan yang dibuat negara,contoh seorang anak tidak boleh memakai narkoba, itu merupakan peraturan tertulis yang selanjutnya dipakai oleh orang tua untuk memberikan aturan kepada anaknya. Sedangkan tidak tertulis ini, peraturan yang dihasilkan dari kebiasaan yang ada dilingkungan sekitar seperti perempuan tidak boleh pulang lewat dari pukul 22:00 WIB, ini peraturan yang dihasilkan dari lingkungan yang selanjutnya diterapkan oleh orang tua.
Sepertinya kita terlalu panjang lebar dan berat banget pembahasannya. Tapi tidak apa,biar tuntas penulis akan Bahas lagi. Hehehe.
Gini ya, setiap apapun yang kita lihat dan kita bicarakan harus memahami konteks. Nah, konteks perempuan pulang larut malam juga ada sebabnya. Dan kita harus tahu penyebab seorang perempuan pulang larut malam. Tapi ingat, jangan semuanya mau diketahui, adakalanya urusan personality tidak ada hak untuk kita ketahui. Bukankah begitu.
Tidak jarang pula kita menemukan perempuan yang bilang gini, “Saya pulang duluan, ya. Karena sudah larut malam.” Atau bilang seperti ini “eh, perempuan itukan tidak boleh pulang larut malam.” Dan berbagai kalimat-kalimat pengakuan diri. Hal ini juga sering kita temui dan dengar. Sebagian besar juga kalian pasti pernah dengar, bukankah begitu? Pembaca yang budiman jangan juga langsung bilang tulisan ini aneh. Ini realita.
Simpelnya gini, ada pengakuan diri dan ini menjadi darah daging karena steorotip “perempuan jangan pulang larut malam” dengan kandungan “nakal”dan perempuan mengakui hal itu, dengan ketidakwajaran jika pulang larut malam.
Tak terkecuali tetangga atau lingkungan tempat tinggal kita juga demikian. Dunia malam seakan seram bagi seorang perempuan untuk beraktifitas. Mereka mendapatkan tekanan dari orang-orang disekitar. Bukan orang jauh, melainkan orang terdekat.
Mungkin ini terlalu berat pembahasannya dan juga terlalu Panjang lebar. Mari kita kembali pada topik. Sorry, ya.
Perempuan Jaman Dulu
Dulu, perempuan atau laki-laki tidak dianjurkan untuk pulang larut malam dengan berbagai resiko, seperti pemerkosaan, pembunuhan. Ini dipengaruhi juga oleh lingkungan yang dulu sangat jarang kita temui Lembaga Pendidikan dan juga orang yang mau sekolah atau orang mengenyam Pendidikan. “untuk apa sekolah yang ada hanya ngabisin uang” ini kalimat yang seringkali kita dengar, dari orang tua ataupun tetangga.
Pendidikan dulu masih sangat minim. Bisa dibilang, hampir sangat jarang untuk orang mengenyam Pendidikan formal dan tidak tahu Pendidikan.
Lumrah kita temui dimanapun, sehingga pemikiran-pemikiran orang dijaman dulu seringkali negatif (tidak ada maksud bilang orang jaman dulu salah, ya), seringkali bertindak tanpa berpikir panjang, dan melakukan pekerjaan apapun yang dianggapnya wajar. Contohnya, dulu sering terjadi tindakan kriminal, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Itu juga disebabkan karena minim pendidikan
Tetapi, dari steorotip tersebut perempuan memilih untuk mengikuti apa yang di inginkan lingkungan, “diam dirumah” menjadi solusinya. Terutama diberbagai perkampuangan akan lebih sering kita dengar.
Sehingga dulu sedikit sekali perempuan yang akan menjadi tokoh, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh Pendidikan dan berabagai macam tokoh publik. Megawati, menjadi salah satunya yang bisa menjadi presiden RI ke 5, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, dan berbagai nama tokoh perempuan yang pada akhirnya menjadi motifasi perempuan saat ini berperan aktif untuk pembangunan bangsa dan negara.
Perempuan Jaman sekarang
Ini bukan perbandingan, tapi ini realita yang terjadi. Jika di atas ada pembahasan terkait perempuan dijaman dulu, saat ini kita akan melakukan pembahasan perempuan dijaman sekarang. Gimana tidak, wong perempuan sekarang sudah memiliki perubahan yang nyata.
Perempuan sekarang sudah memiliki pola berpikir yang jauh lebih maju, misalnya, perempuan berkarir. Karir dimanapun bebas, seperti menjadi artis, menjadi guru, menjadi pengusaha, influencer, dan berbagai aktifitas kegiatan yang tingkat kepadatan waktunya luar biasa.
Selain di dukung kemajuan tekhnologi, perempuan saat ini juga di dukung Pendidikan yang tidak lagi memandang bahwa pendidikan tidak hanya di duduki oleh laki-laki. Saat ini pun, pendidikan juga banyak digeluti perempuan.
Bersumber dari Badan Pusat Statistik, partisipasi laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan dalam tiga tahun terakhir 2018-2020 terjadi peningkatan. Partisipasi perempuan 2018: 32,09, 2019: 31,67 dan 2020: 32,21. Sedangkan laki-laki 2018: 28,34, 2019: 28,93 dan 2020: 29,55. Data tersebut menunjukan terjadinya peningkatan yang signifikan. Peningkatan partisipasi perempuan terhadap pendidikan lebih tinggi dari pada laki-laki.
Berdasarkan beberapa kajian literatur terhadap tingkat partisipasi perempuan dalam pendidikan tinggi sudah meningkat, dapat teridentifikasi faktor penyebabnya antar lain yakni meningkatnya kesadaran perempuan akan pendidikan. Dan ini mampu memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas diri pribadi, status sosial, dan status ekonomi (Gali, Halah dan Margalit 2015, hlm: 9).
Kita kan sudah tahu, bahwa Pendidikan menjadi temeng seseorang untuk memiliki aktifitas positif dan edukasi dari lingkungan. Mungkin, iya. Dulu Pendidikan sangat jarang kita enyam, dan kita dapatkan. Mulai dari Pendidikan formaL dan Pendidikan non formal.
Pendapat Sawerah Salah Satunya
Sawerah, salah satu perempuan dari kabupaten Landak, Desa Sungai Segak, pernah menulis buku, kuliah di IAIN Pontianak. Dengan berbagai aktifitas kampus, kerja, dan aktif organisasi, salah satunya di PMII. Sering melakukan aktifitas kegiatan di malam hari, dan pulang larut malam.
“saya sering beraktifitas dimalam hari, tidak jarang pula saya pulang larut malam, misalnya pukul 12 malam, bahkan lebih malam dari itu,” Kata Sawerah saat diwawancarai via seluler. (23/10)
Seringkali kita melihat dan mendengar, suara-suara orang yang mudah menjustifikasi tindakan orang lain. “Coba sebelum menjustifikasi negatif orang lain, kenalan dan ngobrol bareng dulu, agar lidah tidak gampang terpeleset “ngatain orang,” ungkapan sawerah.
“Sebenarnya, kalau perempuan pulang larut malam, tidak ada masalah dan tergantung dari aktifitas apa yang dikerjakan, gitu.” Tambahnya.
Kita harus buka pola berpikir yang lebih luas, berwawasan, toleran dan coba sering berpikir positif terhadap orang lain. apalah daya, jika hanya hidup untuk selalu berpikir negatif terhadap kegiatan orang lain.
“Segala sesuatu itu harus ditinjau dari konteks apa yang dikerjakan, bukan sembarangan beranggapan negative terhadap orang lain, apalagi dengan penyebutan “nakal” dan “wajar”. Saran Sawerah.
Aktifitas Sampai Larut Malam
Ada berbagai aktifitas manusia yang dikerjakan, dari mulai pagi sampai larut malam, bahkan sampai pagi ulang. Terlebih lagi, saat ini berbagai kerjaan yang menciptakan karya, lapangan kerja, dan segala macam sesuatu.
Mungkin pernah kita melihat orang kerjaannya di cafe atau kedai kopi, atau dikamar, atau diberbagai macam tempat dan daerah yang jauh dari tempat tinggal. Mereka ngapain? Nah, Pertanyaan ini akan sering kita dengar pula. Apakah kalian tahu, influencer, selebgram, desain grafis, editor video, dan ada banyak lagi sandang yang digelar untuk penyebutan suatu kerjaan yang digeluti seseorang. Dan hal ini baru.
Lantas, apakah kamu masih mau memiliki pikiran negative dengan orang lain, atau mensteorotip orang dengan kata-kata yang merendahkan martabat dan kemanusiaan orang. Yok, mari kita berpikir lebih dingin lagi atau berpikir yang baik-baik aja atuh dengan orang. Ya, seendaknya kita nggak lagi berpikir sempit, gitu.
Perempuan Itu Lemah (Steorotip)
Perempuan seringkali di anggap lemah secara fisik oleh kalangan masyarakat umum. Memang, ini tidak bisa dihilangkan dan juga tidak bisa di bantah, karena steorotip “lemah” yang ditujukan pada perempuan ini sangat tajam. Anggapan-anggapan bahwa perempuan lemah ini “buah tangan” sebagian besar masyarakat untuk selalu merendahkan perempuan dan berada dibawah laki-laki.
Ini kebiasaan yang terjalin sejak lama, dari lidah ke lidah dan dari anak ke anak yang ditanam oleh lingkungan, orang tua, tetangga, dan masyarakat umum. Ntah kenapa? Hal ini semakin menjadi dan menjurus ke berbagai tempat (perkampuangan dan pedesaan).
Padahal, perempuan dan laki-laki itu sejajar. Misal, suami istri harus saling melengkapi satu sama lain, di berbagai aktifitas yang dikerjakan. Contohnya, jika perempuan capek karena pulang kerja, toh laki-laki juga harus memahaminya bahwa jika pun laki-laki pulang kerja, ya udah saling pijit-pijitan saja. Contoh lain, jika anak diam dirumah, baik laki-laki atau perempuan, jangan saling suruh untuk membersihkan rumah dong, bilang saja minta bantu untuk bersihkan rumah kepada anak.
Ya, siapa tahu kan mereka butuh romantisme bak masih pacaran lagi. Bahkan keharmonisan dalam rumah tangga juga demikian. Biar makin langgeng gitu. Kalau urusan kodrati, jangan diperdebatkan. Itu sudah dari sononya. Kenapa? Ya,hal yang berbentuk kodrati kenapa mesti diperdebatkan. Apalagi, sampai membuat steorotip dengan sebab perbedaan jenis kelamin dan kodrati tadi.
Laki-Laki Mah Bebas (Wajar)
Laki-laki mah bebas mau pulang pukul berapapun. Mau aktifitas apapun. Mau ngapa-ngapain dan berbagai anggapan “Wajar” atau “Bebas” terhadap aktifitas laki-laki. Ini kan, yang seringkali kita dengar dari orang-orang disekitar, dari orang tua, dari tetangga, dari berbagai jenis kelamin manusia yang kerap menciptakan “kewajaran dan Kebebasan” kepada laki-laki. Lantas, kenapa tidak dengan perempuan?
laki-laki maupun perempuan memiliki aktifitas yang setara. Tidak ada tekanan jenis kelamin. Tidak perlu lagi kita menganggap wajar maupun bebas kepada laki-laki. Bukan pula karena tubuh yang kuat ataupun yang tahan banting atau lebih rasional.
Ayok, lah. Buka cara berpikir kita, untuk selalu berteman dan menjalin pertemanan dengan orang. Bukan karena jenis kelamin lalu menganggap hal yang wajar untuk dilakukan oleh orang lain. Yah, bisa saja karena kerjaannya, atau keperluan keluarga atau hal yang lainnya.
Lalu apa sih yang menyebabkan orang menganggap wajar dengan aktifitas laki-laki dan tidak wajar untuk aktifitas perempuan pulang larut malam. Mudah sekali, penyebabnya kita malas berkomunikasi dengan orang lain, menjalin pertemanan, atau hidup dengan bersosialisasi, dan lain sebagainya. Dari hal itu, kita gampang membangun steorotip negatif dengan orang lain.
Kesehatan
Kesehatan, salah satu mungkin bisa dijadikan sebuah alasan rasional. Dimana aktifitas seseorang dipengaruhi kesehatan, mau itu aktifitas malam maupun siang tetap saja akan dipengaruhi kesehatan. Kesehatan merupakan hal rasional, dimana ketika seseorang beraktifitas malam hari bahkan sampai larut malam akan menyebabkan keadaan fisik atau tubuh akan mengalami sakit.
Tidak ada sangkut pautnya dengan “nakal” atau pun “wajar” dan “Bebas”. Ini perlu kita terapkan dengan kesehatan yang baik dan juga saran yang baik pula untuk seseorang melakukan aktifitasnya.